Rabu, 24 Agustus 2016

Persiapan Menyambut Kelahiran si Kecil

0

Artikel ini saya persembahkan untuk adikku -Fitri Nurul Zannah- yang sebentar lagi bakal ketemu sama c kecilnya. Sebuah referensi apa saja yang harus dipersiapkan menjelang kelahiran. Monggo dibaca ya Pitot (panggilan kesayangan haha)

Persiapan Kelahiran

1. Persiapan Keperluan Ibu dan Bayi

    Memasuki usia kehamilan 7 bulan, kita sudah dituntut untuk mempersiapkan segala sesuatu keperluan si kecil. Kenapa mesti 7 bulan ? entahlah yang pasti para orang tua kita seolah mengharamkan membeli perlengkapan bayi sebelum 7 bulan, istilahnya pamali. Dilihat dari sejarahnya, larangan membeli perlengakapan bayi sebelum usia tujuh bulan awalnya berkembang di kalangan masyarakat Jawa. Yang mana jika hal ini dilakukan, maka dianggap mendahului ketentuan Tuhan dan akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap janin. Tapi kita #eheemm maksudnya saya sebagai ibu baru yang melihat perlengkapan si kecil yang lucu-lucu merasa tidak sabar untuk membeli. Dan si bandel ini #saya maksudnya akhirnya mulai membeli perlengkapan si kecil di usia kehamilan 6 bulan menjelang 7 bulan dengan diawali Bismillah - semoga Allah selalu melindungi anaku . Oke, kita akan pelajari dari sisi medisnya kenapa para orang tua dulu melarang kita membeli perlengkapan sebelum 7 bulan. Berdasarkan sumber yang saya ambil dari http://www.infoyunik.com  Usia di bawah tujuh bulan merupakan usia yang masih rentan. Terlebih saat usia kandungan masih di bawah tiga bulan. Sekitar 70 % keguguran kandungan terjadi pada usia kehamilan dibawah 12 minggu atau 3 bulan ini. Sementara itu usia kandungan dinyatakan kuat dan sehat setelah memasuki umur 7 bulan. Pada usia tersebut, bayi mulai pada posisi siap lahir. Pada awal masa hamil 7 bulan ini bayi berbobot lebih dari 1 kilogram dengan panjang sekitar 38,6-39 cm.  Pada kehamilan 29-32 minggu tersebut, bayi akan  menjadi sangat aktif.  Jika kandungan ini dijaga dengan baik, maka bayi akan lahir pasa usia kandungan sembilan bulan. Mungkin itulah kenapa para orang tua melarang menyiapkan perlengkapan sebelum usia kandungan 7 bulan karena dikhawatirkan sisi psikologis si ibu ketika terjadi sesuatu pada kehamilannya. Terikat kapan boleh membeli perlengkapan bayi, semua dikembalikan pada si Ibu. Saya meyakini bahwa para Ibu baru cukup pintar memilih kapan waktu yang tepat untuk mulai menyiapkan perlengkapan bayi.

   Kembali pada topik utama tentang apa saja yang harus dipersiapkan menjelang kelahiran. Saya sarankan untuk membuat daftar Check list mana yang sudah dibeli dan mana yang belum dibelli. Berikut contoh daftar Check list yang saya ambil dari website laviebabyhouse.com.

a. Perlengkapan Bayi dan Ibu
    Pakaian     : Baju lengan panjang, baju kutung, baju tangan pendek. Jumlah yang dibeli jangan terlalu banyak karena si anak cepat besar, dulu saya beli 6 pcs untuk masing-masing baju. Celana panjang, celana pendek/pop, celana tutup kaki, 6 pcs untuk masing-masing celana. Popok bayi 2 lusin, Gurita, sebetulnya masih banyak perdebatan tentang si gurita bayi ini tapi jika memang tetap mau pakai, pakaikanlah dengan longgar karena dikhawatirkan si bayi susah bernapas. Bedongan 2 lusin, sarung tangan dan sarung kaki 3 psg, kaos kaki bayi 5 psg, topi 3 buah, jaket bayi. Slabber, sebetulnya slabber ini baru diperlukan ketika si bayi sudah MPASI tapi jika mau dipersiapkan dini, silahkan. Dan lemari pakaian bayi tentunya.

   Perlengkapan Mandi : Sabun bayi, Sampo bayi, baby oil, minyak telon, baby cream, hair lotion, baby cologne, tisu basah, tisu kering, kapas bulat, cotton bud, gunting kuku bayi, sisir, baby powder (optional), tempat sampah, Jolang mandi, handuk bayi. Untuk perlengkapan kosmetik bayi saya sarankan untuk membeli dengan ukuran kecil karena dikhawatirkan tidak cocok/alergi.

  Perlengkapan Tidur  : Box bayi (conditional), kasur bayu plus kelambu, 1 set bantal peyang, 1 set bantal biasa, selimut bayi, perlak, bouncer (optional).

  Keperluan Bepergian  : Tas bayi besar, Tas diaper, selimut topi, gendongan depan, gendongan samping. botol susu jika diperlukan, stroller (optional), cooler bag (optional)

  Keperluan Ibu  : BH menyusui, Baju kancing depan/daster, Gurita ibu, pompa asi jika diperlukan, pembalut bersalin

2. Persiapan Fisik dan Mental Ibu
    
a. Persiapan Fisik
    Persiapan fisik berkaitan dengan kondisi badan si ibu hamil ini, nah menjelang kelahiran diusahakan kondisi badan harus se-fit mungkin dikarenakan banyaknya energi yang harus dikeluarkan ketika lahiran itu tiba. Dimulai dengan memperhatikan asupan makanan, makanlah makanan dengan gizi seimbang  yang kaya akan protein karena banyak diperlukan untuk daya tahan tubuh dan organ pendukung kelahiran. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam latihan fisik diantaranya :

   Latihan Pernapasan
Latihan pernapasan ini sangat sangat diperlukan dalam proses kelahiran, karena kemampuan mengatur napas panjang dan teratur adalah modal dalam proses kelahiran ketika kontraksi terjadi dan proses mengejan. Ada teknik pernapasan tersendiri dalam memudahkan proses kelahiran. Biasanya dalam setiap kegiatan senam hamil selalu diawali dengan latihan pernapasan ini. untuk selebihnya dapat dilihat di youtube.

   Latihan Senam Hamil
Senam hamil adalah salah satu untuk mempermudah proses kelahiran. Dimana senam disini untuk mempersiapkan kekuatan dan kelenturan otot yang mendukukng proses melahirkan. Senam hamil ini dapat berupa latihan panggul, kegel, berjongkok, latihan mengejan, dll. Selain itu adapula Yoga prenatal dan Pilates. Lakukankah senam ini 2 kali sehari pagi dan sore untuk memaksimalkan tubuh dalam proses kelahiran nanti.

b. Persiapan Mental
    kesiapan mental juga termasuk pada salah satu faktor mudahnya proses persalinan. Persiapan mental ini dapat dilakukan dengan Hypnobirthing (sudah disampaikan sebelumnya), untuk sedikitnya mengurangi rasa sakit. Rasa sakit melahirkan mungkin tetap ada namun kesiapan mental si ibu atas kehadiran si kecil yang ditunggu-tunggu selama 9 bulan dapat mengaburkan rasa sakit proses kelahiran. Adanya dukungan moril dari kelurga terdekat pun sangat dibutukan untuk ibu yang akan melahirkan. Jangan takut bun,, si kecil yang kita tunggu akan segera hadir menemani kita :)
   



  
   

si Kecilku Kini sudah Satu Tahun

0

Yeeaaayyy si kecil khansa kini sudah 1 tahun -Alhamdulillah-. Tepat hari ini 18 Agustus 2016 khansaku sudah menginjak usia 1 tahun, lahir 18 agustus 2015 pukul 00.50 dengan berat lahir 2.5 kg panjang 48 cm.. Banyak hal yang masya Allah menakjubkan, ini anak pertamaku dan kali pertama ini pula melihat bagaimana manusia diciptakan dari mulai proses kehamilan, kelahiran sampai pada perkembangan si anak menjadi manusia seutuhnya..

Review satu tahun si kecil

Khansa terhitung lambat dalam motorik kasar. Banyak faktor yang menyebabkannya seperti itu. salah satunya karena sering digendongnya si kecil sehingga si anak tidak bebas dalam mengexplore kemampuannya.



Motorik Kasar
 
Khansa baru bisa merangkak menginjak usia 11 bulan, dan ya kekhawatiran saya sebagai seorang ibu baru melihat anaknya tidak memiliki kemampuan yang sama pada usia sekian. Awalnya dokter menyarankan untuk dilakukan terapi merangkak. Tapi terapi itu urung dilakukan selain karna harganya yang mahal juga konsultasi yang baru bisa dilakukan setelah khansa 1 tahun (waiting list). Dan alhamdulillah kekhawatiran itu hilang setelah perlahan si anak mulai ada perkembangan.

Makan
Makan si kecil ini betul-betul lahap, tidak ada istilah GTM. Semakin semangat emaknya untuk buatin macam makanan sehat. Apapun dia makan, bahkan setelah makan utamapun dia masih bisa makan cemilan. alhamdulillah

Motorik Halus
Di usia 8 bulan khansa sudah mulai bisa tepuk tangan, dadah dadah, menjumput makanan dengan 2 jari, memindahkan mainan dari satu tangan ke tangan lain. dan menjelang usia satu tahun ini banyak perkembangan (kemampuan bahasa dan sosial) yang bagi saya masya Allah. Khansa sudah bisa :

1. Bilang mba (untuk bunda)
2. aaaa (untuk ayah)
2. papapa
3. mamam
4. nyenyen
5. ckkckck (manggil kucing sambil tangannya #hmm susah deskripsiinnya )
6. Cium jauh
7. Pura-pura batuk
8. Elus-elus sayang
9. Pegang kepala klo pusing
10. Pegang idung klo bau
11. masukin sepatu atau kaos kaki ke kaki (walopun ga masuk hihi)
12. hush hush klo ada tikus
13. Joget
14. hao hao (halo halo klo nemu ponsel)
15. many more

Senang nya liat si kecil tumbuh kembang dengan baik dan sehat. kalau dikantor rasanya kangen sm khansa pengen cepet pulang bisa peluk c kecil. Segala puji bagi Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan sempurna.

Senin, 25 April 2016

Monster itu Bernama Postpartum Depression

0

Menyambung tulisan saya sebelumnya, kali ini saya akan mengulas tentang bagaimana Postpartum Depression (PPD) itu menyerang si ibu. kisah berikut ini saya kutip dari laman facebook tentang seseorang yang istrinya pernah mengalami PPD, berikut kisahnya :

Kepada para suami, dimanapun kalian..
Perkenalkan, saya Topan Pramukti, bapak satu anak yang pernah menyaksikan istri berjuang melawan Post Partum Depression. Pernah dengar? Saya tidak akan menjelaskan secara teori, di sini saya hanya ingin memohon agar kalian duduk sebentar, luangkan waktu barang 10 menit untuk membaca cerita saya ini sampai habis. Saya mohon.
Namanya Bunga, seorang teman saya yang tentu bukan nama sebenarnya. Beberapa waktu lalu ia melahirkan anak pertamanya. Kalau kalian pikir dia sekarang sedang di puncak bahagia, kalian salah. Hari-harinya, saat ini, dilalui dengan penuh air mata dan rasa cemas. Berkali-kali dia harus melawan dirinya sendiri, saat pisau di dekatnya kerap dia todongkan pada bayinya. Berkali-kali pula dia nyaris kehilangan nyawa, sebab baginya, pilihan hanya dua: dia atau anaknya yang mati.
Suaminya kemana? Ada. Mereka tinggal satu rumah dan tidur satu ranjang. Hubungan mereka baik-baik saja dan keluarga mereka (kelihatannya) normal dan bahagia. Tak ada masalah, tak pula ada orang ketiga. Ekonomi keluarga sedang berada di titik baik, pun kesehatan, semua baik.
Namun Bunga tetap meneteskan air mata setiap hari, dia tetap sesungukan, menangis, dan butuh pertolongan. Ibu muda itu sebisa mungkin menghindarkan pandangannya dari pisau atau benda tajam apapun, karena bisikan jahat itu bisa datang kapanpun dimanapun. Bunga selalu tidur membelakangi bayinya, karena untuknya, berhadapan adalah drama berujung histeris semalaman.
Bunga gila, ya? Bukan.. Dia adalah ibu yang menderita Post Partum Depression.
Cerita lain datang dari Lala, lagi-lagi bukan nama sebenarnya. Satu dari lusinan perempuan yang menjadikan istri saya, tempat mencari pertolongan. Saya tak pernah mengenal perempuan ini, seperti saya tak pernah mengenal perempuan-perempuan pencari pertolongan lain yang berderet di daftar kontak hape istri saya. Yang saya tau, ada seorang ibu muda tiba-tiba menulis pesan pada istri saya di twitter. Meminta nomer hape karena dia butuh diselamatkan. Satu alarm yang membuat istri saya langsung memberikan kontak padahal belum kenal: dalam pesannya dia menyebut-nyebut Post Partum Depression.
Singkatnya, Lala dan istri saya berkomunikasi lewat aplikasi whatsapp. Lala mengaku sering mendapati tubuhnya membiru, dingin, dan gemetar. Dia seperti mau mati, katanya. Lala takut keramas, dia cemas saat bilas matanya harus tertutup, membuka mata dalam keadaan tak bernyawa. Lala takut keluar rumah, takut mati di jalan. Lala takut ketemu orang baru, takut dibunuh.
Lala gila, ya? Bukan.. Dia sama seperti Bunga, seorang ibu yang menderita Post Partum Depression.
Lala dan Bunga bukan cuma ada dua, mereka banyak. Istri saya kerap salah menyebut nama saking banyaknya yang harus diladeni curhat. Saking banyaknya yang tiba-tiba menelpon sambil menangis jerit-jerit. Padahal sederet nama di kontak hape kami, hanya yang diantar takdir untuk menemukan kami, sebagai sebut saja: penyintas Post Partum Depression.

Lala dan Bunga punya satu kesamaan, mereka merasa gila dan tak ada seorangpun yang peduli dengan itu. Termasuk suami. Orang yang setiap hari ada di samping mereka, satu-satunya manusia yang mereka harapkan dapat mengerti kondisi mereka, bergeming tak peduli. Mereka melawan sendirian, berjuang sendirian.
Dua setengah tahun yang lalu, istri saya adalah Lala dan Bunga. Ia pernah nyaris membunuh bayi kami. Dia, pernah hidup berhari-hari di kolong kasur karena takut mati. Saya, pernah menganggapnya sakit jiwa. Saya pernah memilih diam tidak peduli. Ia pernah berjuang melawan Post Partum Depression, sendirian.

Tapi di tengah perjuangan, dia melawan dengan sangat keras. Dia mengumpulkan artikel-artikel tentang Post Partum Depression dan memberikannya pada saya, memohon agar saya membacanya seperti yang saat ini saya lakukan pada kalian.
Istri saya menekuk lutut, mengatupkan tangan, menangis, dan memohon sejadi-jadinya agar saya mau membaca dan memahami kondisinya saat itu. Karena dia tahu, hanya saya yang bisa membantunya berjuang melawan. Menurutnya, hanya saya yang mampu menyelamatkan nyawanya dan bayi kami.
Dia memeluk saya kencang, meminta setulus yang dia bisa, membasahi dada saya dengan air mata, membiarkan hati kami yang bicara. Saat itu, dia mungkin tahu, tak ada satu katapun yang dapat meluluhkan hati saya. Belum banyak pengetahuan soal Post Partum Depression beredar di masyarakat, tak ada banyak teori yang bisa dia sodorkan untuk saya. Di mata saya, dia sakit jiwa.
Dia cuma punya mata basah dan hati yang meluluh paling luluh, tanpa bicara dia memohon, dengan sangat. Hati tetaplah hati. Mata saya ikut basah, kami berpengangan tangan dan berjuang bersama-sama.
Kami, berdua, melewati hari-hari paling sulit. Saat dimana keuangan keluarga carut marut, bayi kami merindukan ibunya, pekerjaan yang menumpuk, dan istri yang terus hidup di kolong kasur sambil menangis menggerung-gerung. Kondisi istri saya semakin tak terkendali, sudah tak dapat dihitung berapa kali tinju yang dilayangkannya ke tubuh saya, tembok yang dipukuli, dan pintu yang dibanting.
Kami, berdua, menjalani titik rumah tangga paling rapuh. Andai saja saya memilih menyerah, mungkin saat ini kami tak lagi bersama. Mungkin istri atau bayi saya sudah pergi menghadap Gusti, atau kami bertiga sedang menjalani hidup masing-masing yang entah seperti apa hancurnya. Andai saja waktu itu saya memilih menyerah, tetap tidak peduli, rumah tangga kami berakhir sudah.
Kepada para suami, dimanapun kalian..
Post Partum Depression adalah serangan depresi yang menyerang ibu paska melahirkan. Pintu masuknya, adalah depresi yang lebih ringan, atau terkenal dengan nama Baby Blues. Faktanya, 80 persen ibu yang baru melahirkan MENGALAMI BABY BLUES. Jadi mari kita simpulkan, bahwa Post Partum Depression sangat mungkin terjadi pada siapapun, termasuk istri-istri kalian.
Saya mohon, dengan sangat, kalau sampai itu terjadi, tetaplah di sana. Tetaplah di sisi perempuan yang kalian ikat dengan janji suci, peluk dia, dan ikutlah berjuang. Bertahanlah, wahai para Ayah.. Saya bersumpah atas nama Tuhan, bahwa Post Partum Depression bukanlah hal yang mudah untuk dilewati sendirian. Perempuan yang memelukmu sambil berurai air mata, benar-benar butuh pertolongan.
Cari sebanyak-banyaknya artikel tentang depresi ini, konsultasikan pada dokter atau ahli, genggam tangannya erat, terus berjalan dan menangkan perjuangan. Semoga kita semua selalu sehat dan bahagia.
Salam,
Topan Pramukti
Sumber : www.sujiwo.com
====================================
Cc Prakoso Bayu Adhi Widyanto
Bismillah, kelak si kecil hadir, tidak ada salahnya menyiapkan ilmu ini. Seperti katamu, hal yang demikian ini bila terjadi adalah bagian dari ujian, maka siapa saja dapat mengalaminya, termasuk istrimu ini. 5 tahun kita menantikan buah hati, dan bila Allah kehendaki ini terjadi, please stay with me, berjuang sampai menang. Saling mengokohkan pondasi taqwa dan keimanan, serta jadikan alquran sebagai penawar 


Satu lagi saya dapatkan kisah seorang ibu yang ternyata beliau adalah teman kerja di tempat pekerjaan saya sebelumnya. Dia bercerita tentang bagaimana Monster bernama Postpartum Depression itu menyerangnya. Sama halnya seperti diatas, keinginan-keinginan untuk bunuh diri atau membunuh anaknya yang kerap membayang-bayanginya.
Saya tidak akan mengulas lebih lanjut kisah beliau disini karena terlalu panjang, silahkan anda buka blognya https://langitamaravati.wordpress.com/2016/04/22/secabik-pesan-sebelum-saya-bunuh-diri




Dari sekelumit kisah diatas dapat saya ambil kesimpulan bahwa Postpartum Depression ini bukanlah hal kecil yang boleh kita biarkan ataupun kita diamkan. Harus ada penanganan khusus terlebih dukungan dari keluarga dekat terutama suami terhadap si ibu. Tidak ada satupun seorang ibu yang menginginkan hal ini terjadi, untuk itu ada baiknya kita sampaikan tentang Baby Blues Syndrome atau Postpartum Depression kepada kerabat sebelum si ibu melahirkan karena kita tidak tau apa yang akan terjadi setelahnya. Saya tidak mengalami PPD tapi saya sendiri mengalami bagaimana Baby Blues Syndrome itu terjadi, seperti yang saya sampaikan sebelumnya Baby Blues Syndrome dialami 14 hari pasca melahirkan, dan ya saya mengalami itu. Saya mengalami ketika saya takut malam datang karena si anak bangun dan menyusui, yang mana ketika itu menyusui adalah ketakutanku yang terbesar, saya takut menyusui dan saya takut terjadi sesuatu pada anak terlebih ketika anaku kuning sampai saya katakan "saya akan berikan anak ini kepada orang lain untuk dirawat" karena saya merasa tidak mampu menjadi seorang ibu, saya sempat menangis sendiri, entah kenapa rasanya dengan menangis beban saya hilang. Dan ya saya termasuk orang yang beruntung -alhamdulillah- saya tidak mengalami Baby Blues yang berkelanjutan (Postpartum Syndrome). Baby Blues itu berlalu karena dukungan dari keluarga terutama suami yang senantiasa mendampingi, senantiasa memberikan pengertian, senatiasa mendengarkan, senantiasa memeluk dan menyampaikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Dalam hal ini saya benar-benar takut terjadi sesuatu pada ibu penderita PPD, saya tidak ingin bayi yang tidak berdosa menjadi korban dari ganguan psikologis seseorang. Saya berharap semoga Allah selalu melindungi mereka -Aamiin Ya Robbal Alamin-